Betapa banyak wajah-wajah yang kita temui dalam keadaan segar bugar keesokan harinya sudah terbaring pucat dengan berselimut kafan. Betapa keramaian sebuah negeri dipagi yang cerah hilang seketika digulung lautan. Ratusan bahkan ribuan nyawa melayang dalam hitungan menit. Betapa malam yang sunyi disebuah desa berubah menjadi ladang tangisan dan ratapan atas tubuh-tubuh yang tertimpa reruntuhan. Kematian tak pernah mengetuk pintu. Kematian tak memandang tempat dan waktu. Kematian adalah sebuah kepastian. Kematian tidak memandang pangkat dan jabatan. Tua-muda miskin-kaya ajalnya masing-masing telah ditentukan. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan.” (QS.Al Ankabuut:57).
Puluhan jenazah telah kita sholatkan. Kita antarkan ke kuburnya. Kita masukkan ke dalam lahat yang gelap dan sempit. Kita uruk mereka dengan tanah. Semua mata menangisi kepergian mereka tapi sadarkah bahwa akan tiba saatnya kitapun akan diusung dan dimasukkan kedalam lubang sempit itu sambil diiringi tangisan sanak saudara. Hanya di tangan Allah lah rahasia kepastian itu. “Dan tiada seorangpun dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak ada seorangpun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Luqman:34)
Setiap diri haruslah menancapkan dalam dirinya tentang pastinya kematian. Seorang yang cerdas, cukuplah baginya kematian sebagai pemberi nasehat dan peringatan. Bagaimana tidak, kematian itu telah menancapkan perasaan was-was dalam dirinya akankah dia menemui ajalnya dalam keadaan husnul khotimah. Tak ada lagi kata-kata ‘nanti’ dalam bertobat. Begitu diri jatuh tersungkur dalam kubangan maksiat langsung berdiri dan membersihkan diri. Tak ada lagi kata-kata malas dalam beribadat ketika dia melihat waktu keberangkatan telah dekat sedangkan perbekalan belumlah diikat. Tak ada kata sia-sia dalam beramal karena dia yakin segala amal kebaikannya akan menemaninya menjemput ajal. Rasulullah SAW pernah bersabda: “orang yang cerdas adalah orang yang memuhasabahi dirinya dan melakukan sesuatu untuk hidup setelah mati.” (HR.At Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Nabi SAW pernah berkata kepada Ibnu Umar, “Jadilah di dunia ini seakan-akan engkau adalah orang asing atau seorang pengembara.” Kemudian Ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada pada sore hari maka janganlah engkau menunggu-nunggu pagi, jika engkau berada pada pagi hari janganlah engkau menunggu-nunggu sore. Ambillah (bekal) dari sehatmu untuk sakitmu dan dari hidupmu untuk matimu.” (HR. Bukhori).
Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk selalu memuhasabahi diri atas rentang waktu yang telah dilaluinya. Apa yang telah diperbuatnya selama rentang waktu itu? Sudahkah dia benar-benar melaksanakan perintah Allah dan sudahkah dia benar-benar menjauhi laranganNya? Karena ketika maut menjemput tak akan ada lagi gunanya penyesalan, kesedihan dan tangisan. Ketika waktu itu tiba tidak ada yang bakal menolong kecuali amal kebaikan. Sehingga untuk mendulang sebanyak-banyaknya amal kebaikan itu manusia haruslah cerdas memanfaatkan setiap detik yang tersisa dari jatah umurnya di dunia ini.
Puluhan jenazah telah kita sholatkan. Kita antarkan ke kuburnya. Kita masukkan ke dalam lahat yang gelap dan sempit. Kita uruk mereka dengan tanah. Semua mata menangisi kepergian mereka tapi sadarkah bahwa akan tiba saatnya kitapun akan diusung dan dimasukkan kedalam lubang sempit itu sambil diiringi tangisan sanak saudara. Hanya di tangan Allah lah rahasia kepastian itu. “Dan tiada seorangpun dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak ada seorangpun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Luqman:34)
Setiap diri haruslah menancapkan dalam dirinya tentang pastinya kematian. Seorang yang cerdas, cukuplah baginya kematian sebagai pemberi nasehat dan peringatan. Bagaimana tidak, kematian itu telah menancapkan perasaan was-was dalam dirinya akankah dia menemui ajalnya dalam keadaan husnul khotimah. Tak ada lagi kata-kata ‘nanti’ dalam bertobat. Begitu diri jatuh tersungkur dalam kubangan maksiat langsung berdiri dan membersihkan diri. Tak ada lagi kata-kata malas dalam beribadat ketika dia melihat waktu keberangkatan telah dekat sedangkan perbekalan belumlah diikat. Tak ada kata sia-sia dalam beramal karena dia yakin segala amal kebaikannya akan menemaninya menjemput ajal. Rasulullah SAW pernah bersabda: “orang yang cerdas adalah orang yang memuhasabahi dirinya dan melakukan sesuatu untuk hidup setelah mati.” (HR.At Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Nabi SAW pernah berkata kepada Ibnu Umar, “Jadilah di dunia ini seakan-akan engkau adalah orang asing atau seorang pengembara.” Kemudian Ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada pada sore hari maka janganlah engkau menunggu-nunggu pagi, jika engkau berada pada pagi hari janganlah engkau menunggu-nunggu sore. Ambillah (bekal) dari sehatmu untuk sakitmu dan dari hidupmu untuk matimu.” (HR. Bukhori).
Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk selalu memuhasabahi diri atas rentang waktu yang telah dilaluinya. Apa yang telah diperbuatnya selama rentang waktu itu? Sudahkah dia benar-benar melaksanakan perintah Allah dan sudahkah dia benar-benar menjauhi laranganNya? Karena ketika maut menjemput tak akan ada lagi gunanya penyesalan, kesedihan dan tangisan. Ketika waktu itu tiba tidak ada yang bakal menolong kecuali amal kebaikan. Sehingga untuk mendulang sebanyak-banyaknya amal kebaikan itu manusia haruslah cerdas memanfaatkan setiap detik yang tersisa dari jatah umurnya di dunia ini.
Berbekallah dengan takwa sungguh kau tidak tahu
Bila malam hadir esok hari masihkah ada waktu
Tua-muda miskin-kaya kematian tak pandang bulu
Jangan lengah karena waktu terus memburu
Dengan langkah pasti kematian terus merajut kafanmu
Bila malam hadir esok hari masihkah ada waktu
Tua-muda miskin-kaya kematian tak pandang bulu
Jangan lengah karena waktu terus memburu
Dengan langkah pasti kematian terus merajut kafanmu
0 komentar:
Posting Komentar