Ketika Allah SWT memerintahkan seluruh malaikat yang berada di langit untuk sujud kepada Adam, semua bersujud kepadanya kecuali Iblis. Iblis yang sudah terjangkiti sifat hasad enggan mentaati perintah Allah untuk bersujud kepada Adam. Bahkan Iblis berusaha memutar-balikkan fakta agar dia tidak dipersalahkan karena sikapnya. Ketika Allah bertanya kepadanya, “Dia berkata, apa yang menghalangimu untuk bersujud ketika Aku memerintahkanmu? (Iblis) berkata, “Aku lebih baik darinya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api dan engkau ciptakan dia dari tanah.”Tidak ada yang menghalangi Iblis untuk sujud kepada Adam kecuali rasa hasad dan iri dengki. Inilah dosa pertama kepada Allah yang dilakukan di langit.
Sejarah ummat manusia juga mencatat bahwa Hasad pulalah yang menyebabkan terjadinya dosa pertama yang dilakukan oleh anak Adam di permukaan bumi. Ketika Qobil dengan perasaan penuh iri dan dengki tega membunuh saudaranya Habil karena Allah SWT menerima persembahan milik Habil. Allah SWT berfirman yang artinya, “ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(QS.Al Maidah:7)
Hasad berarti menginginkan hilangnya kenikmatan yang ada pada orang lain dan usaha untuk menghilangkannya. Betapa hinanya sikap ini sehinga para ulama mengatakan, “orang pelit itu bakhil dengan harta yang dimilikinya sendiri sedangkan orang yang hasad bakhil kepada orang lain dengan sesuatu yang tidak ada pada dirinya.” Bisakah anda membayangkan bagaimana seseorang bakhil dengan sesuatu yang tidak ada. Orang yang hasad ia bakhil dengan cara menghalangi orang lain dari nikmat Allah SWT. Segala cara akan ditempuhnya. Cara halal dan haram tidak lagi dihiraukan. Tujuannya hanyalah satu, agar kenikmatan Allah hilang dan sirna dari orang yang dihasudinya. Jiwanya akan selalu berkobar dengan api amarah selama kenikmatan Allah masih ada pada orang lain. Dan dia tidak akan pernah istirahat hingga dia bisa menyakiti dan merusak kenikmatan yang ada pada orang tersebut.
Hasad merupakan teman kekufuran dan musuh kebenaran. Dari sifat hasad bermula sebuah permusuhan, putusnya hubungan silaturahim, pecahnya suatu keluarga, kelompok, masyarakat bahkan Negara. Hasad merusak agama seseorang, melemahkan keyakinan, menumbuhkan rasa was-was, mengusik ketenangan dan menyebabkan mata tidak mampu terlelap dikala malam.
Betapa banyak kebenaran tertutupi karena sifat hasad. Orang yang memiliki kelebihan tersisihkan. Jika ada kebaikannya segera ditutup-tutupi. Bila ada kejelekannya disebarkan pada semua orang. Dan jika tidak mendapatkan kejelekan darinya berusaha untuk membuat suatu kedustaan agar hilang nikmat Allah darinya.
Dampak yang paling berbahaya dari sifat hasad adalah hilangnya pahala kebaikan orang yang terjangkiti sikap ini tanpa ia sadari. Kita tidak boleh meremehkan sekecil apapun rasa hasad yang ada dalam diri kita, karena sekecil apapun percikan api mampu membakar tumpukan jerami dan setitik nila mampu merusak susu sebelanga. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jauhilah olehmu sikap hasad, karena hasad mampu memakan pahala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.
Beberapa ulama salaf berkata, “ada
Orang yang hasad pada dasarnya telah berbuat zolim pada orang lain. Namun pada saat yang bersamaan dia juga terzolimi oleh sifatnya sendiri. Seorang Arab badui pernah berkomentar, “Aku tidak pernah melihat seorang yang zolim lebih menyerupai orang yang dizolimi melainkan orang yang hasad. Dia melihat kenikmatan Allah pada diri anda seperti sebuah bencana pada dirinya.”
Jika seekor anjing menggonggongimu di depan sebuah rumah mewah, apakah kamu akan balas menggonggonginya juga? Jika seekor anjing menggigitmu, apakah kamu akan menggigitnya sebagaimana dia menggigitmu? Jawaban yang bijaksana dan paling tepat adalah ‘tidak.’ Jika anjing menggonggong tentu kita akan terus berjalan agar sang anjing diam sendiri dari gonggongannya. Dan jika anjing menggigit tentu kita tidak akan membalasnya dengan gigitan serupa. Karena jika kita menggigitnya berarti tidak ada lagi bedanya antara anjing dengan kita.
Tidak ada orang yang marah jika dirinya dikatakan yang bukan-bukan. Tidak ada orang yang tidak merasa kesal pabila rahasia pribadinya diacak-acak orang. Dan tidak ada pula orang yang tahan bila dirinya dihina, direndahkan dan dijelek-jelekkan apalagi dihadapan orang banyak. Dalam menapaki kehidupan tentu situasi semacam ini akan kita rasakan, bahkan mungkin saat ini kita sedang merasakannya. Kedengkian dari orang-orang yang mendengki, kebencian orang-orang yang iri hati akan selalu muncul di setiap langkah kita menuju puncak keberhasilan.
Sejarah para nabi telah membuktikan. Risalah dakwah yang mereka sampaikan tak pernah sepi dari caci-maki dan olok-olokan kaumnya. Nabi Nuh AS dikatakan sebagai orang yang sesat karena membangun kapal di atas bukit. Nabi Hud dikatakan sebagai orang yang hilang akalnya dan seorang pendusta karena mengajak kaum Ad yang diberikan kekuatan fisik yang luar biasa kepada ajaran tauhid. Nabi Musa AS dikatakan sebagai anak angkat yang tidak tahu membalas budi oleh Firaun. Nabi Ibrahim diancam akan dirajam oleh ayahnya sendiri. Nabi Isa AS dikatakan sebagai anak haram oleh kaumnya. Bahkan Nabi Muhammad SAW pun tak sedikit mendapatkan ancaman dan cacian dari paman-pamannya sendiri.
Tidak ada yang membedakan antara kita dengan para nabi. Hanya wahyu saja yang membedakan antara kita dengan mereka. Selebihnya mereka adalah manusia biasa. Sama seperti kita. Hati mereka bisa terluka. Mulut mereka wajar mengeluh. Mata mereka pun tak jarang bersimbah air mata karena sedih. Sangat manusiawi. Namun dengan iman yang tinggi mereka mampu melaluinya dengan baik. Bahkan tak jarang, dengan kesabarannya menghadapi hinaan, banyak lawan berubah menjadi kawan.
Kadang kala celaan terhadap diri kita bisa menjadi kekuatan yang membangun. Sebagian orang ada yang memiliki kemampuan introspeksi diri yang tinggi. Dia bisa melihat kesalahan dan aib dalam dirinya tanpa pemberitahuan dari orang lain. Karena dia memiliki sifat taqwa yang selalu menjaganya dari perbuatan dosa. Setiap kali dia melakukan kesalahan setiap kali itu pulalah mulutnya mengucapakan kalimat istigfar dan menyesali dosa kepada Allah. Setiap kali kakinya tersandung dosa secara reflek mulutnya mengaduh mengucapkan namaNya.
Namun banyak juga tipe manusia yang tidak bisa melihat kesalahan yang ada pada dirinya. Dia hanya bisa melihat kesalahan orang lain namun tak bisa melihat aib diri sendiri. pepatah moderen mengatakan, “Gajah diseberang lautan tampak, tahi mata di sudut mata tidak tampak.” Artinya, kita dengan enaknya bisa melihat benda-benda yang jaraknya jauh. Kita bisa melihat benda-benda itu dengan langsung. Kita dengan leluasanya bisa mengomentari setiap yang kita lihat. Ini hitam itu biru, ini pendek dan itu tinggi.. Tapi ketika ada tahi mata disudut mata, kita baru mengetahuinya setelah diberitahukan oleh cermin yang memantulkan gampar wajah kita yang asli.
Seorang teman dekat terkadang segan untuk membuka aib dalam diri kita. Takut apabila dia menceritakan aib tersebut akan menyebabkan renggangnya persahabatan. Maka orang yang iri kepada kitalah yang akan menunjukkan kesalahan dan aib diri kita.
Lalu mengapa kita harus marah dan kesal terhadap ungkapan-ungkapan mereka. Jika hal itu benar maka anggaplah dia sebagai nasehat bagi kita untuk memperbaiki diri. Pabila hal itu tidak benar dan mengada-ada maka cukuplah tuduhan mereka menjadi penghapus dosa-dosa yang pernah kita lakukan.
Tidak ada gunanya kita membalas cacian dengan cacian serupa, atau membalas tuduhan dengan tuduhan yang mengada-ada. Karena ketika kita membalas sebuah kejelekan dengan kejelekan yang sama berarti kita telah membariskan diri kita sejajar dengan mereka. Tidak ada lagi yang membedakan antara kita dengan mereka.