Banyak jalan untuk menuju surga Allah, dan tidak sedikit pula cara untuk mendekatkan diri kepadanya. Salah satu di antara sekian banyak cara itu adalah dengan mengingat sumber rizki dan segala karunia yang kita rasakan. Mari kita bertanya kepada hati kecil kita masing-masing, siapa kah pemberi rizki yang selama ini kita nikmati? Secara jujur, tentunya kita akan menjawab, bahwa rizki dan karunia itu semuanya datang dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemberi Rizki. Dengan mengingat bahwa rizki itu dari Allah, maka akan muncul rasa malu untuk berbuat kesalahan. Betapa tidak layaknya, ketika Allah selalu berbuat baik kepada kita, sedangkan kita selalu melanggar aturanNya.
Sebenarnya, Allah tidak butuh dengan ibadah kita, Allah tidak butuh dengan shalat kita, puasa kita, zakat kita, haji kita dan segala amal ibadah kita. Bahkan Allah juga tidak butuh dengan ucapan syukur kita. Mengapa? … Allah Maha Kaya, Dia yang memiliki segalanya. Bahkan, sebenarnya kita lah yang butuh kepada Allah, kita lah yang butuh untuk melakukan shalat, melaksanakan puasa, mengeluarkan zakat dan melaksanakan haji dan semua ibadah-ibadah yang lainnya. Kita lah yang butuh untuk bersyukur kepadaNya. Karena Ibadah kita secara umum adalah bekal yang akan kita bawa untuk perjalanan kita menuju jannah Allah.
Namun walau pun demikian, bukan berarti kita bebas untuk tidak melakukan kewajiban dan bebas melakukan kesalahan. Di mana letak rasa keadilan kita dan di mana letak kewarasan kita, jika seseorang selalu berbuat baik kepada kita sedangkan kita tidak pernah berbuat baik kepadanya, bahkan kita balas dengan lemparan kotoran dan caci maki. Secara akal, orang yang bertindak demikian bisa dikatakan sebagai orang yang berpenyakit jiwa.
Mari kita belajar untuk menjauhi perbuatan dosa dengan menyimak pesan yang tersirat dalam percakapan antara Ibrahim bin Adham dan seorang laki-laki yang sering melakukan dosa.
Suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “ Aku adalah seorang hamba yang banyak berbuat dosa, karena itu, tolong nasehati aku”. Lalu Ibrahim menjawab, “Jika kamu berbuat kejahatan, dosa dan maksiat, maka janganlah kamu tinggal di bumi dan makan dari rizki Allah SWT”. Orang itu menjawab, “Kalau begitu, di mana aku harus tinggal dan dari mana aku makan? Semua yang ada di bumi ini adalah pemberian Allah SWT”. Ibrahim berkata, “Kalau begitu, pantaskah kamu berbuat maksiat kepada Allah sedangkan kamu hidup di bumiNya dan makan dari rizkiNya?”
Seorang hamba yang beriman, sejatinya akan selalu takut untuk melakukan perbuatan dosa, hatinya akan bergetar dan seketika merasa lemah ketika dihadapkan pada peluang untuk berbuat jahat. Dalam hal ini, Abu Atahiyah pernah memberikan sebuah tamsil yang patut kita jadikan guru dalam kehidupan, dia berkata “Sesungguhnya orang mukmin ketika melihat dosa-dosanya seakan-akan dia tersesat masuk ke dalam rimba belantara yang penuh dengan binatang buas, sehingga dia merasakan ketakutan yang luar biasa.”
Lain halnya dengan orang-orang yang kurang keimanannya kepada Allah, dosa dan maksiat adalah hal yang lazim dilakukan, tidak ada lagi terbersit di dalam hatinya perasaan bersalah ketika melakukan dosa, bahkan dia akan selalu mencari peluang melakukan dosa dan kesalahan. Abu Atahiyah kemudian melanjutkan tamsilnya, “Adapun orang-orang yang senang melakukan perbuatan maksiat, dosa dan durhaka kepada Allah, bagaikan seekor serigala lapar di padang pasir yang mencium bau bangkai.”
Ini lah kesalahan besar yang sering kita lakukan. Kita terkadang dengan mudahnya mempermainkan hukum Allah SWT, meremehkan ajaran islam, bangga dengan kejahatan, dan melakukan dosa dan kemaksiatan siang dan malam tanpa merasa malu kepada Yang Memberi Rizki.
Jika konsep ini kita bawa dan kita terapkan dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, maka pastilah kita akan menjadi Negara yang paling bersyukur dan taat kepada Allah. Karena betapa besarnya karunia Allah di bumi pertiwi ini, betapa Negara ini diberikan kesuburan tanah yang tiada bandingnya, kekayaan alam yang berlimpah, hasil tambang yang beraneka ragam dan kekayaan laut yang setiap hari diambil tidak ada habis-habisnya. Patut kah kita melakukan dosa di negeri ini, sedangkan Allah telah memberi kita karunia yang tiada terhingga? Mudah-mudahan kita semua tidak mau dikatakan sebagai orang yang berpenyakit jiwa.
Namun walau pun demikian, bukan berarti kita bebas untuk tidak melakukan kewajiban dan bebas melakukan kesalahan. Di mana letak rasa keadilan kita dan di mana letak kewarasan kita, jika seseorang selalu berbuat baik kepada kita sedangkan kita tidak pernah berbuat baik kepadanya, bahkan kita balas dengan lemparan kotoran dan caci maki. Secara akal, orang yang bertindak demikian bisa dikatakan sebagai orang yang berpenyakit jiwa.
Mari kita belajar untuk menjauhi perbuatan dosa dengan menyimak pesan yang tersirat dalam percakapan antara Ibrahim bin Adham dan seorang laki-laki yang sering melakukan dosa.
Suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “ Aku adalah seorang hamba yang banyak berbuat dosa, karena itu, tolong nasehati aku”. Lalu Ibrahim menjawab, “Jika kamu berbuat kejahatan, dosa dan maksiat, maka janganlah kamu tinggal di bumi dan makan dari rizki Allah SWT”. Orang itu menjawab, “Kalau begitu, di mana aku harus tinggal dan dari mana aku makan? Semua yang ada di bumi ini adalah pemberian Allah SWT”. Ibrahim berkata, “Kalau begitu, pantaskah kamu berbuat maksiat kepada Allah sedangkan kamu hidup di bumiNya dan makan dari rizkiNya?”
Seorang hamba yang beriman, sejatinya akan selalu takut untuk melakukan perbuatan dosa, hatinya akan bergetar dan seketika merasa lemah ketika dihadapkan pada peluang untuk berbuat jahat. Dalam hal ini, Abu Atahiyah pernah memberikan sebuah tamsil yang patut kita jadikan guru dalam kehidupan, dia berkata “Sesungguhnya orang mukmin ketika melihat dosa-dosanya seakan-akan dia tersesat masuk ke dalam rimba belantara yang penuh dengan binatang buas, sehingga dia merasakan ketakutan yang luar biasa.”
Lain halnya dengan orang-orang yang kurang keimanannya kepada Allah, dosa dan maksiat adalah hal yang lazim dilakukan, tidak ada lagi terbersit di dalam hatinya perasaan bersalah ketika melakukan dosa, bahkan dia akan selalu mencari peluang melakukan dosa dan kesalahan. Abu Atahiyah kemudian melanjutkan tamsilnya, “Adapun orang-orang yang senang melakukan perbuatan maksiat, dosa dan durhaka kepada Allah, bagaikan seekor serigala lapar di padang pasir yang mencium bau bangkai.”
Ini lah kesalahan besar yang sering kita lakukan. Kita terkadang dengan mudahnya mempermainkan hukum Allah SWT, meremehkan ajaran islam, bangga dengan kejahatan, dan melakukan dosa dan kemaksiatan siang dan malam tanpa merasa malu kepada Yang Memberi Rizki.
Jika konsep ini kita bawa dan kita terapkan dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, maka pastilah kita akan menjadi Negara yang paling bersyukur dan taat kepada Allah. Karena betapa besarnya karunia Allah di bumi pertiwi ini, betapa Negara ini diberikan kesuburan tanah yang tiada bandingnya, kekayaan alam yang berlimpah, hasil tambang yang beraneka ragam dan kekayaan laut yang setiap hari diambil tidak ada habis-habisnya. Patut kah kita melakukan dosa di negeri ini, sedangkan Allah telah memberi kita karunia yang tiada terhingga? Mudah-mudahan kita semua tidak mau dikatakan sebagai orang yang berpenyakit jiwa.
0 komentar:
Posting Komentar