PENGARUH IBNU MUJAHID TERHADAP ILMU QIRO’AT SAB’AH


Pendahuluan

Ibnu Mujahid adalah seorang ulama' qiro'at yang menaruh perhatian besar ternadap ilmu qiro'at. Tidak sampai di situ, dengan perhatian yang begitu besar terhadap ilmu qiro'at, beliau juga mengarang sebuah kitab tentang qiro'at yang berjudul As Sab'ah fi Al Qiro'at.

Dalam kitab tersebut Ibnu Mujahid hanya memilih tujuh orang imam dari ratusan imam-imam qiro'at yang ada pada masa tersebut. Pemilihan ketujuh imam qiro’at ini didasarkan pada syarat-syarat tertentu yang dia tetapkan. Imam Ibnu Mujahid juga membaginya berdasarkan wilayah-wilayah yang terkenal dengan ilmu pengetahuan dan qiro’at pada masa itu. Wilayah-wilayah tersebut adalah; Madinah, Makkah, Damaskus, Syam, Basrah dan Kufah. Kota-kota ini lah yang menjadi tujuan pengiriman mushaf Utsmani pada masa khalifah ketiga, Khalifah Utsman bin Affan. Dari kota-kota ini juga tumbuh pusat-pusat ilmu qiro’at, fiqih, tafsir dan ilmu keislaman yang lainnya. Setelah itu Imam Ibnu Mujahid memilih dua orang yang mengambil riwayat bacaan dari setiap imam yang tujuh tersebut. Lalu menjelaskan dasar dari qiro'at yang tujuh tersebut dan memaparkannya.

Buku As Sab’ah fi Al Qiro’at karangan Ibnu Mujahid ini, telah menjadi salah satu referensi utama bagi para penuntut ilmu yang ingin mendalami ilmu qiro'at. Dengan metodenya dalam penulisan buku ini, membuat ilmu qiro’at menjadi lebih mudah, sehingga memberikan banyak manfaat bagi orang-orang yang ingin mendalami ilmu qiro’at.

Biografi Ibnu Mujahid

Beliau adalah Ahmad bin Musa bin Al 'Abbas bin Mujahid At Taimi Al Baghdadi. Dilahirkan di sebuah daerah yang dinamakan Suq Al 'Athasy di kota Bagdad pada tahun 245 H. Beliau meninggal dunia pada hari Rabu pada tanggal 11 Sya'ban tahun 324 H.[1]

Ibnu Mujahid adalah seorang yang tekun dalam menuntut ilmu. Hingga bila dihitung, guru-gurunya lebih dari lima puluh orang. Namun dalam makalah ini tidak semuanya disebutkan, diantaranya; Abdurrahman bin Abdus, Muhammad bin Abdurrahman al Makhzumi al Maky, Abdullah bin Katsir al Muadib al Bagdadi.

Beliau juga mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya, diantaranya; Abu Tohir Abdul Wahid bin Umar bin Abi Hisyam, Al Hasan bin Said al Mathu’I, Abu Ahmad Abdullah bin al Husain as Samiri.

Sebab-sebab Penulisan Kitab

Pada dasarnya, Ibnu Mujahid bukan lah orang yang pertama kali mengumpulkan sejumlah qiro'at para Imam qiro'at dalam satu buku. Telah ada ulama lain yang terlebih dahulu melakukan apa yang dia kerjakan, di antara para ulama itu adalah:

1. Abu Ubaid Al Qasim bin Salam (224H). Dia telah mengumpulkan lima belas jenis bacaan para Imam dalam kitab karangannya yang berjudul Qararat.[2]

2. Ismail bin Ishaq Al Qadhi, Abu Ishaq Al Azadi Al Baghdadi (282H), beliau juga guru Ibnu Mujahid. Beliau telah mengarang sebuah kitab yang di dalamnya mencantumkan dua puluh bacaan Imam Ahli qiro'at.

Di antara sebab yang mendorong Ibnu Mujahid menulis sebuah buku tentang qiro'at adalah keinginannya yang besar untuk menjaga bacaan-bacaan tersebut dan mempermudah untuk mendapatkannya dan mempelajarinya. Di mana orang-orang yang ingin menuntut ilmu qiro'at pada umumnya merasakan kesusahan dengan banyaknya cabang-cabang qiro'at dan jalan-jalan periwayatannya, belum lagi dengan illat (alasan) yang ada pada setiap bacaan. Ibnu Mujahid telah mengisyaratkan hal ini ketika dia ditanya, "Mengapa anda tidak menulis (tentang qiro'at) satu huruf saja (yaitu bacaan dari satu imam qiro'at)?" Kemudian dijawab oleh Ibnu Mujahid, "Menjaga seluruh bacaan yang dipakai oleh Imam-imam terdahulu lebih dibutuhkan dari pada memilih salah satu di antara mereka".[3]

Ini merupakan ungkapan yang sangat jelas dari Ibnu Mujahid tentang keinginannya yang besar dalam menjaga qiro'at yang ada dan memeliharanya, serta menjadikan ilmu qiro'at sebagai sesuatu yang mudah bagi penuntut ilmu.

Imam Qiro'ah Tujuh

Ibnu Mujahid memilih tujuh orang imam qiro'at dari imam-imam qiro'at yang terkenal pada zamannya. Kemudian dari masing-masing imam tersebut, dia memilih dua orang yang meriwayatkan bacaan darinya. Ketujuh imam tersebut dan dua orang yang meriwayatkan bacaan dari mereka adalah:

1. Nafi'

Dia adalah Nafi' Bin Abdurrahman. Berasal dari Asbahan dan meninggal dunia di Madinah pada tahun 169 H.

Adapun dua orang murid yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

1.1. Qolun, yang bernama Isa bin Mina Al Madani.

1.2. Warasy, yang bernama Utsman bin Sa'id Al Mishri.

2. Ibnu Katsir

Dia adalah Abdullah bin Katsir Ad Dar. Meninggal di Makkah pada tahun 120 H.

Dua orang murid yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

2.1. Al Bazi, yang bernama asli Ahmad bin Muhammad bin Al Qasim bin Nafi' Al Maki.

2.2. Qunbul

Perlu diketahui bahwa Al Bazi dan Qunbul ini telah meriwayatkan qiro'at dari Ibnu Katsir, namun mereka tidak secara langsung mengambil riwayat tersebut darinya.

3. Abu 'Amr Al Bashri

Dia adalah Abu 'Amr bin Al 'Ala' bin 'Ammar Al Mazini. Meninggal di Kufah pada tahun 154 H.

Dua orang yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

3.1. Ad Duri, yang bernama asli Abu Umar Hafsh bin Umar bin Abdul Aziz bin Shuhban Al Azadi.

3.2. As Susi, yang bernama asli Abu Syu'aib bin Shalih bin Ziyad.

4. Ibnu Amir As Syami.

Dia adalah Abdullah bin Amir Al Yahshabi. Seorang Qodhi di Damaskus pada zaman kekhalifahan Al Walid bin Abdul Malik. Meninggal pada tahun 118 H di Damaskus.

Dua orang yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

4.1. Hisyam bin Ammar bin Nashir

4.2. Ibnu Dzakwan, yang bernama asli Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan.

5. Ashim bin Abi An Najud Al Kufi.

Beliau adalah seorang tabi'in. Meninggal pada tahun 127 H di Kufah.

Dua orang yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

5.1. Abu Bakar Su'bah bin 'Iyash.

5.2. Hafsh bin Sulaiman bin Al Mughirah.

6. Hamzah Bin Habib.

Beliau adalah Hamzah bin Habib bin Ammarah. Meninggal dunia pada tahun 156 H di Hulwan.

Dua orang yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

6.1. Khalaf bin Hisyam Al Bazzar.

6.2. Khlallad bin Khalid.

7. Al Kisa'i

Beliau adalah Ali bin Hamzah An Nahwi. Meninggal dunia di Ranbuyah di khurasan pada tahun 289 H.

Dua orang yang meriwayatkan qiro'at darinya adalah:

7.1. Abu Umar bin Hafsh bin Umar bin Ad Duri yang juga meriwayatkan dari Abu Amr Al Bashri.

7.2. Abu Al Harits Al Lais.

Kota-Kota Asal Para Imam Qiro'ah yang Tujuh

1. Madinah Al Munawwarah,

Dari kota ini Ibnu Mujahid mengambil satu orang imam yaitu Nafi dan yang meriwayatkan darinya adalah Qolun dan Warash.

2. Makkah,

Dari kota ini Ibnu Mujahid mengambil satu orang imam, dia adalah Imam Abdullah bin Katsir. Dan dua orang yang meriwayatkan darinya adalah Al Bazi dan Qunbul.

3. Al Bashrah,

Dari kota ini Ibnu Mujahid mengambil seorang imam yaitu Imam Abu Amr Al Bashri. Dan yang meriwayatkan darinya adalah Ad Duri dan As Susi.

4. Syam,

Dari kota ini Ibnu Mujahid mengambil seorang imam yaitu Abdullah bin Amir. Sedangkan yang meriwayatkan darinya adalah Hisyam dan Zakwan.

5. Kufah,

Dari kota ini Ibnu Mujahid memilih tiga orang imam, mereka itu adalah:

a) ‘Ashim bin Abi An Najud. Dua orang yang meriwayatkan darinya adalah Syu'bah dan Hafsh.

b) Hamzah dan dua orang yang meriwayatkan darinya adalah Khalaf dan Khallad.

c) Al Kisa'I dan dua orang yang meriwayatkan darinya adalah Abu Al Harits dan Ad Duri.

Pengaruh Manhaj Ibnu Mujahid dalam Penentuan Qiro'ah yang diterima dan Qiro'ah yang ditolak

Tidak diragukan lagi bahwa apa yang telah dilakukan oleh Ibnu Mujahid memiliki pengaruh dalam menjelaskan batasan-batasan antara qiro'ah yang diterima dan qiro'ah yang ditolak atau dalam istilah lain antara qiro'ah yang shahih dan qiro'ah yang syazah. Sebagaimana perkataan Ibnu Mujahid:

"Tujuh orang imam ini yang berasal dari Hijaz, Iraq dan Syam, mereka ini memiliki qiro'at yang berbeda dengan qiro'at tabi'in, sedangkan sebagian besar ulama' dari kota-kota tersebut maupun daerah-daerah yang ada disekitarnya, bersepakat atas qiro'at mereka. Terkecuali seseorang yang mengambil bacaan yang syaz yang diriwayatkan secaara sendiri dari ulama terdahulu, maka bacaan ini tidak masuk ke dalam bacaan yang disepakati oleh jumhur.

Maka tidak wajar bagi orang yang memiliki ilmu pengetahuan untuk menyimpang dari qiro'at para salaf yang sesuai dengan bahasa Arab atau menyimpang dari qiro'at yang disepakati oleh para jumhur ulama”.

Dari potongan kalimat Ibnu Mujahid ini mengisyaratkan kepada kita bahwa dia telah mengelompokkan tujuh qiro’at dari tujuh imam tersebut kedalam qiro’at yang disepakati para ulama, sedangkan selain qiro'at yang tujuh itu merupakan qiro'at yang tidak disepakati.

Tidak hanya sebatas itu, Ibnu Mujahid lebih lanjut telah mengarang sebuah kitab tentang qiro'at syazah, akan tetapi sayangnya kitab karangannya ini hilang bersama kitab-kitab turas yang hilang.[4]

Namun apa yang telah dilakukan oleh Ibnu Mujahid ini tidak memberikan pemahaman bahwa istilah qiro'at syazah baru muncul pada zamannya. Akan tetapi istilah qiro'at syazah ini telah dikenal semenjak penulisan mushaf pada zaman kekhalifahan Utsman bin Affan, di mana para sahabat yang bertugas menyalin Al Qur'an ke dalam satu mushaf, sangat menghindari setiap bacaan yang tidak disepakati atau berasal dari riwayat ahad. Sehingga qiro'at syazah ini tidak ada sama sekali ditulis dalam mushaf Al Qur'an.

Penulisan mushaf yang dilakukan oleh lajnah penulisan Al Qur'an pada masa itu menjadikan kriteria qiro'at yang dibaca dan qiro'at yang tidak dibaca sebagai kriteria pertama. Dari sinilah dikenal istilah qiro'at syazah atau qiro’at yang menyimpang.

Ibnu Mujahid, dengan keilmuan dan kedudukannya sebagai seorang ulama, beliau melarang qiro'at syazah dengan keras. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Ibnu Mujahid pernah menuntut Ibnu Syanbudz Al Baghdadi yang membolehkan qiro'at yang berbeda dengan qiro'at yang terdapat pada mushaf utsmani. Ibnu Mujahid melarang qiro'at yang bertentangan dengan rasm utsmani serta memperingatkannya, akan tetapi Ibnu Syanbudz tetap pada pendiriannya. Sehingga Ibnu Syanbuz dibawa ke hadapan pengadilan yang dihadiri oleh wazir Abu Ali bin Muqlah, serta dihadiri oleh Ibnu Mujahid sendiri dan para ulama serta para hakim lainnya. Kemudian diminta untuk bertobat dan meninggalkan qiro'at syazah. Kejadian ini terjadi pada bulan Rabi'ul Akhir tahun 323 H. Di antara contoh qiro’at syazah yang dipakainya seperti bacaan-bacaan dalam tabel berikut:

1. Nama Surat : QS. Al Jumu’ah: 9

Qiro’ah Syazah : فامضوا إلى ذكر الله

Qiro’ah Asli : فاسعوا إلى ذكر الله

2. Nama Surat : QS. Al Waqi’ah: 82

Qiro'ah Syazah : وتجعلون شكركم أنكم تكذبون

Qiro'ah Asli : وتجعلون رزقكم أنكم تكذبون

3. Nama Surat : QS. Al Qari’ah: 5

Qiro'ah Syazah : كالصوف المنفوش

Qiro'ah Asli : كالعهن المنفوش


Perinsip ini selalu dijalankan dan diikuti oleh para ulama setelah Ibnu Mujahid, yaitu meminta orang yang membaca Al Qur'an dengan qiro'at syazah agar bertobat kepada Allah swt atas bacaan yang dia baca. Hal ini tampak pada peristiwa yang terjadi pada Ibnu Muqsim Al 'Athar (354H). Dia pernah berkata tentang qiro'ah syazah:

"Semua qiro'ah yang sesuai dengan mushaf dan memiliki hubungan yang benar dengan bahasa Arab, maka qiro'ah tersebut dibolehkan walaupun tidak ada sanadnya".

Maka kemudian Muqsim Al 'Athar dibawa ke pengadilan dan diancam hukuman mati jika tidak mau bertobat. Maka kemudian dia bertobat dan mengakui kesalahan yang dia lakukan.
Pengaruh Manhaj Ibnu Mujahid terhadap Penulisan Ilmu Qiro'at

Dalam kitabnya Ibnu Mujahid menyebutkan bahwa tujuh orang ahli qiro'at yang dia cantumkan di dalam kitabnya, memiliki qiro’at yang berbeda dengan qiro'at para tabi'in. Sedangkan para ulama' lainnya bersepakat terhadap qiro’at imam yang tujuh tersebut. Dengan statementnya ini, Ibnu Mujahid seakan-akan mencari legalisasi atau pembenaran bagi dirinya karena dia hanya memilih tujuh qiro'at dari tujuh imam tersebut.

Lebih lanjut Ibnu Mujahid berkomentar setelah menyebutkan biografi tujuh orang imam tersebut. Dia berkata:

"Tujuh orang imam ini yang berasal dari Hijaz, Iraq dan Syam, mereka ini memiliki qiro'at yang berbeda dengan qiro'at tabi'in, sedangkan sebagian besar ulama' dari kota-kota tersebut maupun daerah-daerah yang ada disekitarnya, bersepakat atas qiro'at mereka. Terkecuali seseorang yang mengambil bacaan yang syaz yang diriwayatkan secaara sendiri dari ulama terdahulu, maka bacaan ini tidak masuk ke dalam bacaan yang disepakati oleh jumhur.

Maka tidak wajar bagi orang yang memiliki ilmu pengetahuan untuk menyimpang dari qiro'at para salaf yang sesuai dengan bahasa Arab atau menyimpang dari qiro'ah yang disepakati oleh para jumhur ulama”.

Statement Ibnu Mujahid ini, menimbulkan gambaran kepada kita bahwa Ibnu Mujahid seolah-olah menganggap tujuh bacaan dari tujuh qiro'at yang dia kumpulkan dalam kitabnya sebagai qiro'at yang disepakati oleh jumhur, sedangkan qiro'at selain dari tujuh imam tersebut dianggap sebagai qiro'at yang tidak disepakati.

Statement Ibnu Mujahid inilah yang kemudian menjadi pendorong dan pemicu bagi sebagian besar ulama ahli qiro'at untuk menulis kitab yang membantah permasalahan yang ada dalam kitab karangan Ibnu Mujahid. Mereka juga menjelaskan bahwa dibalik tujuh qiro'at yang ada dalam kitab Ibnu Mujahid juga terdapat qiro'at lain yang benar dan diakui.

Pilihan Ibnu Mujahid terhadap tujuh qiro'at dari tujuh imam ini juga menimbulkan kontroversi dan keragu-raguan pada sebagian orang. Mereka menganggap bahwa tujuh qiro'at yang ada dalam kitab Ibnu Mujahid tersebut memiliki hubungan dengan tujuh huruf yang terdapat dalam hadits Nabi. Dari kontroversi yang muncul ini, banyak para ulama ahli qiro'at mengarang kitab yang isinya menjelaskan perbedaan antara tujuh qiro'at yang terdapat di dalam kitab Ibnu Mujahid dengan tujuh huruf yang ada di dalam hadits nabi. Dalam hal ini, ada ulama' yang menyalahkan Ibnu Mujahid karena kitabnya yang menimbulkan kontroversi dalam masyarakat, dan di antara mereka ada ulama' yang memakluminya, dan menjelaskan bahwa Ibnu Mujahid pada dasarnya tidak memasukkan tujuh qiro'at tersebut ke dalam makna tujuh huruf yang ada dalam hadits Nabi.

Bukan sebatas itu saja, bahkan para ulama' menulis kitab-kitab dalam ilmu qiro'at yang memasukkan qiro'at-qiro'at lain selain qiro'at tujuh imam yang ada dalam kitab Ibnu Mujahid. Di antara mereka ada yang menulis tujuh qiro'at seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mujahid, ada juga yang menulis enam qiro'at, delapan qiro'at, sepuluh qiro'at. Semua itu bertujuan untuk menghilangkan keraguan masyarakat awam terhadap tujuh qiro'at terhadap hubungannya dengan tujuh huruf dalam hadits Nabi saw. Di antara ulama' ada juga yang menjelaskan alasan dari tujuh bacaan yang terdapat dalam kitab Ibnu Mujahid dan menjelaskan alasannya sesuai dengan bahasa dan I'rab.

Dari penjelasan di atas, tampak bahwa kitab karangan Ibnu Mujahid dalam ilmu qiro'at ini telah mampu mendorong dan menyegarkan semangat para ulama' ahli qiro'at dalam mengarang kitab-kitab tentang qiro'at. Baik yang bertujuan untuk memperbaiki apa yang telah ditulis oleh Ibnu Mujahid dalam kitabnya maupun yang bertujuan untuk menolak, mengkritik, atau menjelaskan alasan bacaannya baik dari sisi bahasa, i'rab dan maknanya.

Penutup

Imam Ibnu Mujahid adalah seorang ulama' besar yang memiliki keilmuan yang tinggi terutama dalam ilmu qiro'at. Perhatiannya yang besar terhadap ilmu qiro'at telah mengantarkannya dalam mengarang kitab yang memberikan kemudahan bagi para penuntut ilmu untuk mempelajari macam-macam qiro'at yang berbeda dalam Al Qur'an. Kitab yang dimaksud adalah kitab As Sab'ah fi Al Qiro'at.

Dalam kitab tersebut, Ibnu Mujahid hanya mengumpulkan bacaan dari tujuh orang imam qiro'at dari sekian banyak imam-imam qiro'at pada masanya. Hal ini dia lakukan tujuannya tidak lain hanyalah untuk menjaga kelestarian qiro'at tersebut dan juga memberikan kemudahan bagi para penuntut ilmu untuk mempelajari ilmu qiro'at.

Ibnu Mujahid juga berperan dalam menjelaskan batasan-batasan antara qiro'at yang diterima dan qiro'at yang ditolak. Dia juga berperan dalam mendorong imam-imam ahli qiro'at yang lain untuk menulis karya-karya dalam ilmu qiro'at. Walaupun dalam penulisan bukunya, Ibnu Mujahid juga menuai kontroversi, yaitu membuat kerancuan makna antara tujuh qiro'ah dan tujuh huruf dalam hadits Nabi. Namun semua itu telah menumbuhkan semangat untuk menulis bagi imam-imam qiro'at yang lain, sebagaimana dijelaskan di muka.

Ditulis oleh Marliza Sosianti

Mahasiswa Pasca Sarjana PTIQ Jakarta 2011

Referensi

Al Jazari Ibnu , Kitab Ghayah An Nuhayah fi Thabaqat Al Qurra' (Maktabah Syamilah: Edisi 3,42).

Utsman bin Sa'id Abu ‘amr, At Taisir fi Al Qiro'at As Sab'i (Beirut: Dar Al Kitab Al 'Arabi: 1984M).

Mujahid Ibnu , As Sab'ah fi Al Qiro'at (Kairo: Dar Al Ma'arif).

Syahin Abdussobur , Tarikh al Qur'an (Dar al Qolam: 1966).

Muhammad bin Ahmad az Zahabi, Siroh A'lamu an Nubala', (Muasisah ar Risalah; Baerut; 1982).

[1] Ibnu al Jazary ad Dimasyqi, Ghoyatu an Nihayah fi Tobaqati al Qura', (Dar al Kutub al 'Ilmiah; Baerut tth), hal: 61.

[2] Ibnu al Jazary ad Dimasyqi, Ghoyatu an Nihayah fi Tobaqati al Qura', (Dar al Kutub al 'Ilmiah; Baerut tth), jil: 1, hal: 162.

[3] Muhammad bin Ahmad az Zahabi, Siroh A'lamu an Nubala', (Muasisah ar Risalah; Baerut; 1982), hal: 256.

[4] Dr. Abdu Sobur Syahin, Tarikh al Qur'an (Dar al Qolam: 1966), hal.220

0 komentar:

Posting Komentar