Ba'i Al Ma'dum dan Istishna'

Soal:

Rasulallah saw melarang bai' al ma'dum yaitu jual-beli yang barangnya tidak ada di tempat transaksi, Sementara itu, sebagian ulama membolehkan Istishna' yaitu jual-beli barang yang belum dibuat, seperti memesan baju dan celana. Padahal Istishna’ sama seperti menjual sesuatu yang tidak ada, karena barangnya juga tidak ada di tempat. Apakah ba’I la ma’dum dan istishna’ sama? Bagaimana penjelasan dari permasalahan ini?



Jawab :

Pada dasarnya, Ba'i Al Ma'dum merupakan bentuk jual-beli yang diperdebatkan kebolehannya oleh para ulama fiqih. Sebagian ada yang berpendapat bahwa ba'i al ma'dum merupakan bentuk jual-beli yang haram dengan alasan adanya dalil yang melarang jual-beli gharar atau jual-beli yang mengandung unsur penipuan. Ba'i al ma'dum masuk dalam kategori jual-beli gharar, karena ketiadaan barang yang dijual akan menimbulkan perselisihan terhadap barang tersebut, jika didapatkan ketidakpuasan dari pembeli.

Sebagian ulama yang lain seperti Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Al Qoyyim berpendapat bahwa ba'i al ma'dum diperbolehkan. Alasan pembolehannya adalah karena tidak adanya dalil baik dari Al Qur'an dan Assunnah yang melarangnya, baik dengan lafaz umum atau pun dengan makna umum. Akan tetapi larangan yang ada ditujukan kepada jual-beli sebagian barang yang tidak ada, sebagaimana ada juga larangan yang tertuju pada jual-beli sebagian barang yang ada. Dari sini disimpulkan, bahwa alasan pelarangan jual-beli barang yang tidak ada bukan karena ketiadaannya, sebagaimana larangan jual-beli sesuatu yang ada bukan karena keberadaannya. Sehingga dengan itu, pasti ada alasan lain mengapa jual-beli ini dilarang.

Jawabannya adalah larangan tersebut kembali karena alasan gharar atau penipuan yang ada di dalamnya. Maka dari itu, segala sesuatu yang di dalamnya terdapat unsur penipuan, dilarang diperjual-belikan karena alasan penipuan bukan karena ketiadaannya. Seperti orang yang menjual janin yang ada dalam perut hewan atau menjual ikan di dalam kolam. Dalam kasus ini hewan tersebut bisa saja hamil, bisa juga tidak. Jika hamil juga tidak diketahui apa jenis dan bentuknya. Begitu juga dengan ikan di dalam kolam, bisa jadi besar dan tidak ada yang menjamin kalau ikannya kecil-kecil dan seterusnya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa penipuan dalam ba'i al ma'dum tidak akan terjadi kecuali dalam kondisi jika barang yang dijual keberadaannya benar-benar tidak diketahui. Karena jika barang yang dijual jelas-jelas belum ada, maka tidak ada unsur penipuan dalam jual-beli ini, akan tetapi jual-beli itu batal karena ketidakmampuan pelaksanaannya. Seperti seorang pedagang yang menjanjikan pembeli menjual seekor ayam dengan kaki tiga, hal ini mustahil karena tidak ada ayam yang berkaki tiga.

Jika barang yang dijual, keberadaannya pasti, maka di situ juga tidak ada unsur penipuan dan jual-belinya sah. Seperti menjual baju dengan ukuran dan ketentuan tertentu, namun bajunya belum dijahit. Baju ini walaupun dalam akadnya tidak ada, namun keberadaannya bisa dipastikan.

Jika kita meneliti Jenis-jenis ba'i al ma'dum yang dilarang dan jenis ba'i al ma'dum yang dibolehkan, maka dapat disimpulkan bahwa segala komoditi yang dilarang diperjual-belikan, keberadaannya tidak pasti dan tidak diketahui, sedangkan segala komoditi yang diperbolehkan, keberadaannya pasti walaupun terkadang tidak ada pada saat akad.

Sehingga kaidah yang berlaku dalam ba'i al ma'dum adalah: Segala yang tidak ada dan tidak dapat direalisasikan keberadaannya di masa datang maka tidak boleh diperjual-belikan. Dan segala yang tidak ada namun keberadaannya dapat direalisasikan di masa datang, sesuai dengan kebiasaan maka boleh diperjual-belikan.

Disadur dari : www.m-islam1.com


0 komentar:

Posting Komentar